Memasuki satu tahun
pernikahan, biasanya akan mulai terlihat kebiasaan pasangan kita baik di dalam
rumah tangga atau kebiasaan di keluarganya sendiri. Namun, di awal seperti ini
adakalanya kebiasaan buruk dari pasangan tidak terlalu menjadi perhatian.
Ketika masuk di tahun
ketiga pernikahan, lebih umum terjadi perlawanan jika terdapat kesalahpahaman
di dalam rumah tangga. Di usia tersebut suami-istri mulai gerah terhadap
kebiasaan dan kekurangan pasangannya. Misalnya, kebiasaan mendengkur saat
tidur, memasak keasinan, suka berantakan, malas gosok gigi menjelang tidur
sampai buang angin sembarangan. Bagi salah satu pihak yang merasa risih karena
susah menghilangkan kebiasaan yang tidak disukai pasangan, perlu kesabaran
untuk mengingatkan secara berulang. Selama kebiasaan tersebut masih bisa
diperbaiki, diharapkan setiap pasangan bertahan dalam menasihatinya.
Lain halnya dengan
kebiasaan yang tidak dapat ditoleransi, misalnya suami kerap pulang kerja
terlalu malam dengan alasan yang tidak pasti. Bahkan ia terdorong untuk mencari
kesenangan di luar keluarganya seperti mendatangi tempat hiburan maksiat. Atau
istri yang tidak peka terhadap kelelahan suaminya selepas bekerja sehingga ia
selalu membanding-bandingkan suaminya dengan suami sahabat-sahabatnya. Kebiasaan-kebiasaan
buruk ini jika tidak segera diselesaikan justru dapat menimbulkan masalah
serius di dalam rumah tangga. Maka tidak heran, jika banyak kasus rumah tangga
retak di usia pernikahan yang masih muda.
Untuk mencegah
terjadinya penyimpangan tersebut, sangat penting sebuah keluarga menanamkan
sikap jujur. Sebab kejujuran itu mengantar pada kebaikan dan sebaliknya
kedustaan mengantar pada keburukan. Sedemikian pentingnya sikap jujur dalam
kehidupan, karena orang yang jujur sudah tentu dapat dipercaya. Rasulullah Saw
adalah orang yang jujur, sehingga penduduk Arab menjulukinya gelar Al Amin
artinya orang yang jujur dan terpercaya. Apabila kejujuran dipegang erat oleh
suami istri, maka di antara keduanya tidak ada hal yang ditutupi meski hal
tersebut perihal sifat buruk pasangannya. Justru jika mereka saling terbuka,
segala kelemahan yang dimiliki pasangan akan menjadi evaluasi untuk perbaikan.
Sebagai suami, ia dapat
menegur dengan nasihat yang bijak apabila terdapat sifat yang tidak disukai
dari istrinya. Begitu pula sebagai istri, ia dapat meluruskan suami jika
terdapat kekeliruan dalam kepemimpinannya. Tentu saja suami istri yang saleh
akan mendengarkan dan menerima saran yang diberikan pasangannya, sebab
tujuannya tidak lain agar tercapai ketentraman dan kebahagiaan dalam rumah
tangga.
Jika di kemudian hari, meski
telah berusaha menjadi lebih baik ternyata sifat buruk pasangan belum saja
dihilangkan, hal itu tidaklah mengapa sebab setidaknya telah ada upaya untuk
memperbaiki dirinya. Upaya inilah yang menjadi penilaian suami atau istri bahwa
sejatinya mereka juga ingin mengindarkan diri dari sifat buruknya.
#pic by:dym.im
Posting Komentar