Header Ads Widget

Responsive Advertisement

 


Siapa di antara Anda yang menginginkan keluarga sakinah yang dirahmati Allah? Saya yakin jawabannya adalah kita semua. Bagaimana definisi keluarga sakinah? Bagaimana ciri-ciri keluarga sakinah? Dan bagaimana upaya membangunnya? Mari kita pelajari bersama sesuai dengan kitabullah:

“Dan orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS .Al Furqon 74)

Makna mendasar di dalam ayat tersebut terdapat pada arti kata Qurota a’yun yang maksudnya penyenang hati. Sangat penting menciptakan keluarga yang di dalamnya (pasangan beserta keturunan) menjadi penyenang hati orang-orang yang berada di sekitarnya. Penyejuk atau penyenang hati memberi maksud bahwa kehadiran kita di tengah-tengah keluarga bukanlah hal yang biasa, tetapi sangat dinanti-nantikan karena membuat suasana menjadi lebih tentram.

Mari kita simak arti kata Qurota a’yun yang terdapat di dalam Surat As Sajdah 17:

“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah 17)

Ayat tersebut memberi gambaran kepada orang-orang yang mengerjakan amal sholih tentang kenikmatan surga yang menyenangkan hati. Adapun kenikmatan di surga adalah meliputi segala sesuatu yang keindahan yang mengalahkan keindahan di dunia. Dari kedua ayat di atas, dapat ditarik benang merah betapa nikmatnya suasana surga yang demikian indah, menyenangkan serta menyejukkan itu apabila hadir di dalam rumah tangga sehingga keluarga yang terbina adalah keluarga sakinah yang dirindu surga. Sakinah berarti nyaman, tenang, dan menentramkan. Inilah sebaik-baik keluarga yang patut dijadikan teladan.

Karakteristik rumah tangga teladan idealnya mengarah kepada tujuan utama pernikahan yaitu menciptakan tatanan kehidupan yang sakinah, mawadah, dan rahmah, melestarikan keturunan serta membentuk ikatan tanggung jawab antar anggota keluarga atas keselamatan dan kesejahteraan baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat. Jika sebuah pasangan suami istri benar-benar menjalankan pedoman berumah tangga berbekal keimanan sesuai tuntunan syariat Allah dan rasul-Nya, kiranya keluarganya tergolong keluarga pelamar surga. Sedangkan manfaat yang diperolehnya sebagaimana terdapat di Surat At Tur 21:

“Dan orang-orang yang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan. Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga) dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebaikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya..” (QS. At Tur 21)

Menyenangkan bukan jika kita sekeluarga besera anak cucu dapat berkumpul bersama hingga bertemu di jannah-Nya? Mari kita mulai membuat peta keluarga menuju keluarga sakinah yang dirindu surga. Mulailah belajar mengkaji Al Quran dan hadits untuk dijadikan pelajaran tentang keluarga pada jaman nabi dan rasul. Salah satunya mengacu kepada doa yang pernah dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim as. yang tertera di Surat Asy Syuara 83-84.

“(Ibrahim berdoa), Ya, Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalih.” (QS. As Syuara 83)

“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian.” (QS. Asy Syuara 84)

Mengacu pada ayat tersebut, terdapat tiga langkah yang dapat kita petakan jika ingin membangun keluarga sakinah, di antaranya:

1. Memberi hikmah (ilmu) di dalam keluarga

Proses ini dapat dilakukan dengan cara membuat jadwal pertemuan khusus misalnya seminggu sekali antara ayah, ibu, dan anak-anak kemudian masing-masing dari mereka saling mengevaluasi dan mengkoreksi hal-hal baik atau buruk yang telah dilakukan. Ayah sebagai kepala keluarga memberikan nasihat atau hikmah singkat bimbingan akhlak yang dapat menggugah semangat agar anggota keluarganya termotivasi kembali melakukan kebaikan. Lebih bagus lagi jika setiap pekan dibuat forum nasihat bergilir sehingga suatu saat ibu atau anak-anaknya dapat memberikan nasihat sebagai perbaikan bersama.

2. Berkumpul dengan orang-orang saleh

Buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Seperti pepatah tersebut, keturunan yang dilahirkan oleh keluarga saleh tentu berasal dari keluarga saleh, sekali pun Allah juga memberi ujian keturunan yang bandel, tapi dengan keimanan bahwa selama orang tuanya saleh, sebandel apa pun anaknya kelak akan kembali kepada kesalehan. Jika Anda pernah mendengar kisah seorang ustaz ternama yakni Ustaz Abu Syauqi tentang bagaimana beliau diuji dengan salah satu putranya yang begitu membangkang di usia remaja, dalam hal ini putranya tidak mau sekolah, merokok sampai kabur dari rumah berbulan-bulan. Bisa dibayangkan betapa istri sang ustaz sebagai ibu yang telah mengandung dan mendidik putranya sangat kecewa bahkan sangat sedih melihat buah hatinya. Namun, apa kata Ustaz Abu Syauqi, beliau mengajak istrinya untuk memperbanyak istighfar sepanjang hari, sepanjang waktu memohon ampunan kepada Allah. Ustaz Abu Syauqi sangat yakin selama orang tuanya saleh, maka anak akan menjadi saleh.

Lalu apa yang terjadi? Tiga bulan kemudian, sang anak pulang ke rumah. Ia menceritakan perjalanannya kabur ke Bali. Terombang-ambing sambil mencoba berbisnis properti. Dengan bangga ia menunjukkan jerih payah yang diperolehnya. Tidak tanggung-tanggung, puluhan juta berhasil diraihnya. Mengapa ia tiba-tiba pulang? Rindu, katanya. Ya, tiba-tiba rindu kepada ayah dan ibunya. Anak yang telah sangat membuat orang tua kecewa sampai teriris perih hatinya, tiba-tiba rindu kepada mereka. Siapa yang membuatnya rindu? Tentu saja Allah Swt. berkah dari pendekatan diri orang tuanya yang saleh. Singkat cerita, di usianya yang semakin dewasa, dialah satu-satunya putra yang begitu sangat mencintai orang tuanya sampai tidak ingin berpisah meninggalkan mereka sekali pun ia telah menikah. Masyaa Allah.

Sebab itu, mari berupaya menjadikan keluarga kita sebagai keluarga yang saleh. Dan upaya ini dapat mudah terwujud jika kita berkumpul dengan orang-orang yang saleh pula.

3. Menjadikan keluarga kita dengan buah tutur yang baik bagi orang-orang di kemudian hari.

Anda pasti tahu bangunan suci Ka’bah di kota Mekkah, siapa yang membangunnya? Dan bagaimana kondisinya sekarang? Benar. Pendiri Ka’bah adalah Nabi Ibrahim as. bersama putranya Nabi Ismil as., dan kondisi sampai hari ini, bangunan yang dijadikan kiblat oleh seluruh umat muslim di penjuru dunia itu tidak pernah sepi oleh orang-orang yang beribadah kepada Allah Swt. Tempat itu disucikan. Bahkan sumur zamzam yang berada di tanah haram tidak pernah mengering sepanjang masa. Masyaa Allah. Itulah potret pendiri Ka’bah-keluarga Nabi Ibrahim as. sebagai keluarga yang mulia. Keluarga yang kisah kebaikannya masih terdengar sampai generasi anak cucu kita. Belajarlah dari kisah-kisah para Nabi dan Rasul yang mulia dalam membina keluarga sakinah, agar kelak kita tetap menjadi buah tutur yang baik bagi kebanyakan orang.

Post a Comment