Penulis : Farah Hasanah K., dkk.
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : I, Maret 2020
Tebal : 144 halaman; 20 cm
ISBN : 978-602-495-286-0
Harga : Rp. 39.000,00
Teladan Akhlak Mulia dari Buku
Berbagai
upaya menumbuhkan akhlak yang baik kepada anak dilakukan oleh para orang tua
dengan memberi keteladanan. Salah satu teladan yang menginspirasi dapat
diciptakan melalui buku. Semakin sering anak membaca buku berkualitas, semakin
hatinya tergugah untuk menerapkan poin-poin penting dari apa yang mereka baca.
Buku kumpulan pemenang lomba menulis cerpen PECI ini
sangat tepat dibaca oleh anak-anak untuk memantik semangat berbuat kebaikan.
Awalnya ada anak yang ceroboh, lalu menjadi bertanggung jawab. Ada juga anak
yang membantu secara diam-diam agar orang yang bersangkutan tidak merasa berhutang
budi.
Seperti halnya tulisan berjudul “Bola Persahabatan,”
Khansa Humaira D. bercerita tentang persahabatan Dio dan Wira yang diwarnai
suka-duka. Bukannya antusias mendengar cerita Dio, mata Wira malah
berkaca-kaca. Ia sadar, kalau temannya bekerja begini akibat keegoisan dirinya.
Ia harusnya sadar lebih dulu, kalu Dio bukan berasal dari keluarga mampu
sehingga dengan mudah dapat mengganti bola yang harganya mahal. Sikap
bertanggung jawab Dio juga membuat Wira kagum. Selama ini, jika ia merusak atau
menghilangkan barang milik orang lain, ia hanya minta maaf saja. Tidak berusaha
memperbaiki atau mengganti barang tersebut (hal 58).
Pada tulisan Dinda Rahmadhani berjudul “Sepatu Alma,”
sang tokoh bertutur, “Pakai uang Alma saja, Yah, Bu,” kata Alma terbata. Mata Alma menghangat.
Perlahan, Alma menitikkan air mata. Bukan, Alma bukannya tidak rela jika uang
tabungannya digunakan. Tetapi, Alma kasihan pada Kak Imas. Alma sayang sekali
pada Kak Imas (hal 36).
Dalam cerita di buku ini, anak juga diajak memahami agar
bersyukur atas apa yang dimilikinya sehingga tidak mudah tergiur dengan milik
orang lain. Pelajaran nilai kesyukuran sejak kecil akan melatih kecerdasan
spiritual dan emosional anak.
Kisah dari Naura Athaya S., pelajar kelas 6 SD asal
Malang menceritakan tokoh yang ditulisnya yaitu Airin malu karena bekal tempe
yang dibawanya setiap hari ke sekolah diledek temannya.
Dalam sebuah kesempatan makan malam di restoran bersama
pamannya, fokus Airin tertuju pada seorang anak laki-laki kurus kering dan
kumal yang gelagatnya mencurigakan. Ketika tamu restoran baru saja meninggalkan
mejanya, anak itu langsung menengok kanan-kiri. Lalu, dengan gerakan cepat
makan makanan-makanan sisa yang tidak dihabiskan tamu restoran. Lengan tangan
kanannya menggantung sebuah keranjang plastik dan mengapit botol minuman.
Bebberapa makanan yang tidak dimakan dimasukkan ke keranjang plastiknya. Dia
makan seperti seorang yang kelaparan, dan sesekali diselingi dengan minum dari
air dari botol yang dibawanya (hal 69-70).
Airin sekarang lebih bersyukur atas nikmat yang diberikan
oleh Allah Swt. Airin telah berproses, dengan melihat ke bawah, pada anak yang
lebih tidak beruntung, Airin jadi tidak meremehkan lagi nikmat yang telah
diberikan oleh Allah Swt (hal 73).
Sedangkan Auliya Hayati H. dalam ceritanya “Nasihat Rainbow
Cake” juga mengajak anak-anak agar bersyukur dan tidak pantang menyerah. Tokoh
Bu Olla berkata, “Seperti rainbow cake
yang berwarna-warni ini, setiap anak berbeda. Semua memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Jadi kalian harus tetap semangat ya! Mungkin
kalian tidak secepat teman-teman dalam memahami matematika, tapi kalian punya
kelebihan di bidang yang lain” (hal 104).
Kisah Farah Hasanah K. berjudul “Papa Idamanku” tidak
kalah menarik. Dia menitikberatkan pada perasaan memahami orang lain. Tokoh
Anesa yang semula uring-uringan melihat tingkah papanya yang lebay akhirnya
melunak setelah mendengar penjelasan papanya. Aku melunak mendengar penjelasan
Papa. Aku tidak akan malu lagi mempunyai Papa lebay. Bila diledek, aku tinggal
mengatakan kalau Papaku dulu seorang penulis terkenal. Mereka tidak akan
berkutik (hal 20).
Buku ini berisi 11 tulisan seputar karakter polos yang
dimiliki anak-anak yang pada akhirnya mengantarkan pada kesadaran mereka untuk
kembali berbuat kebaikan. Kalimat yang dituliskan sederhana, bahasanya mudah
dipahami dan isinya lekat dengan kehidupan sehari-hari. Anak-anak adalah
permata yang masih terjamin keasliannya, orang tua harus pandai memberi teladan
untuk mencetak kepribadiannya menjadi lebih baik. Dan teladan itu dapat
disuguhkan dalam bentuk buku yang bermutu. (*)
Peresensi: Tyas Wulan Sari
Posting Komentar